Jumat, 20 Maret 2015

SEJARAH SOSOK PAHLAWAN NASIONAL PADA MATA UANG RUPIAH

SEJARAH SOSOK PAHLAWAN NASIONAL PADA MATA UANG RUPIAH TERBARU

Rupiah merupakan mata uang resmi Indonesia yang dicetak dan diatur penggunaanya secara langsung oleh Bank Indonesia (BI) dengan kode ISO 4217 IDR. Rupiah yang sering disandingkan dengan mata uang India yaitu Rupee, padahal diambil dari kata Rupia dalam bahasa mongolia yang berarti perak. Maka tak heran jamandulu, mata uang rupiah lebih sering disebut perak dalam pengucapannya.

uang kertas rupiah, soekarno-hatta
Mata Uang Rp. 100.000 dan Pahlawan Nasional Soekarno-Hatta
Mata uang rupiah sendiri dikategorikan dalam dua bahan, yaitu bahan logam dan bahan kertas. Bahan logam saat ini yang resmi beredar merupakan nilai rupiah kecil mulai dari Rp. 50, Rp. 100, Rp. 200, Rp. 500 dan Rp. 1.000.

Sedangkan uang rupiah dengan bahan kertas atau sering disebut uang kertas merupakan nilai rupiah lebih besar dari uang bahan logam. Dimulai dari Rp. 1.000, Rp. 2.000, Rp. 5.000, Rp. 10.000, Rp. 20.000, Rp. 50.000, dan Rp. 100.000.


Setiap uang rupiah bahan logam maupun kertas dengan nominal yang berbeda memiliki gambar yang berbeda pula. Terutama uang bahan kertas yang menampilkan beberapa tokoh pahlawan nasional yang mungkin tidak kita sadari dan melupakannya. Tahukah kamu siapa saja pahlawan dalam mata uang rupiah bahan kertas yang terbaru dan berlaku saat ini?

Berikut sekilas sejarah sosok pahlawan dalam mata uang rupiah bahan kertas terbaru dan berlaku hingga saat ini sebagai alat tukar resmi Indonesia.


# Seribu Rupiah

pattimura, uang seribu rupiah
Gambar uang seribu rupiah, dengan sosok pahlawan Pattimura
Pada uang senilai seribu rupiah, terdapat gambar pahlawan nasional bernama Kapitan Pattimura. Pattimura atau dikenal Thomas Matulessy lahir di Haria, Pulau Saparua, maluku pada tanggal 8 Juni 1783. Meninggal diusianya masih muda tepatnya 34 tahun pada tanggal 18 desember 1817 di Ambon, Maluku.

Kata "Kapitan" awalnya dicatat sebagai nama peberian Belanda oleh M. Sapija. Namun kabar terbaru menurut sejarawan Mansyur Suryanegara dalam bukunya Api Sejarah bahwa Pattimura yang juga bernama asli Ahmad Lussy diberi nama depan Kapitan merupakan gelar diberikan bagi keturunan agamis (mahluk agamis) atau dikenalk homo religiosa.

Keyakinan mereka terhadap sesuatu kekuatan di luar jangkauan akal pikiran mereka, menimbulkan tafsiran yang sulit dicerna rasio modern. Oleh sebab itu, tingkah laku sosialnya dikendalikan kekuatan-kekuatan alam yang mereka takuti.

Jiwa mereka bersatu dengan kekuatan-kekuatan alam, kesaktian-kesaktian khusus yang dimiliki seseorang. Kesaktian itu kemudian diterima sebagai sesuatu peristiwa yang mulia dan suci. Bila ia melekat pada seseorang, maka orang itu adalah lambang dari kekuatan mereka. Dia adalah pemimpin yang dianggap memiliki kharisma. Sifat-sifat itu melekat dan berproses turun-temurun.

Perjuangannya membela rakyat dan melawan penjajahan yang saat itu Indonesia termasuk maluku di jajah Belanda, patut dianugerahi sebagai pahlawan Nasional. Pattimura diangkat menjadi pemimpin untuk melawan Belanda dan berhasil merebut benteng Duurstede pada tahun 1817.

Belum lama memerangkan perang, ternyata belanda kembali mengirim pasukannya menyerang balik Pattimura dan pejuang lainnya dengan jumlah besar-besaran. Perlawanan tak seimbang itu membuat Pattimura ditangkap dan dibawa ke Ambon dan dibujuk untuk mau bekerjasama. Akan tetapi kecintannya pada tanah air tak membuatnya sama sekali terpengaruh dan menolak sepenuhnya bujukan Belanda.

Penolakan Pattimura membuat geram Belanda dan menjatuhinya hukuman gantung. Sebelum digantung, Belanda kembali membujuk Pattimura untuk bekerjasama dengan Belanda, namun kembali ditolak. Hingga tanggal 16 Desember 1817, Pattimura digantung mati di depan benteng Victoria, Ambon.

Untuk mengenang kepahlawanan Pattimura, maka uang rupiah senilai Rp. 1.000, menjadi saksi perjuangannya yang akan dikenang sepanjang masa. Bersama dengan keindahan sebuah pulau dimaluku bernama Pulau Maitara yang ditampilkan di bagian belakang uang seribu rupiah.

# Dua Ribu Rupiah

Dalam mata uang duaribu rupiah bahan kertas terdapat sosok pahlawan Pangeran Antasari. Siapakah beliau?

pangeran antasari, dua ribu rupiah
Dua ribu rupiah dan gambar pahlawan Pangeran Antasari
Pangeran Antasari lahir di Kayu Tangi, Kesultanan Banjar, antara tahun 1797 - 1809 dan meninggal di Bayan Begok, Hindia-Belanda, 11 Oktober 1862 pada umur 53 tahun. Ia adalah salah seorang Pahlawan Nasional Indonesia.

Ia adalah Sultan Banjar. Pada 14 Maret 1862, beliau dinobatkan sebagai pimpinan pemerintahan tertinggi di Kesultanan Banjar (Sultan Banjar) dengan menyandang gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin dihadapan para kepala suku Dayak dan adipati (gubernur) penguasa wilayah Dusun Atas, Kapuas dan Kahayan yaitu Tumenggung Surapati/Tumenggung Yang Pati Jaya Raja.

Perang Banjar pecah saat Pangeran Antasari dengan 300 prajuritnya menyerang tambang batu bara milik Belanda di Pengaron tanggal 25 April 1859. Selanjutnya peperangan demi peperangan dipkomandoi Pangeran antasari di seluruh wilayah Kerajaan Banjar. Dengan dibantu para panglima dan pengikutnya yang setia, Pangeran Antasari menyerang pos-pos Belanda di Martapura, Hulu Sungai, Riam Kanan, Tanah Laut, Tabalong, sepanjang sungai Barito sampai ke Puruk Cahu.

Pertempuran yang berkecamuk makin sengit antara pasukan Khalifatul Mukminin dengan pasukan Belanda, berlangsung terus di berbagai medan. Pasukan Belanda yang ditopang oleh bala bantuan dari Batavia dan persenjataan modern, akhirnya berhasil mendesak terus pasukan Khalifah. Dan akhirnya Khalifah memindahkan pusat benteng pertahanannya di Muara Teweh.

Berkali-kali Belanda membujuk Pangeran Antasari untuk menyerah, namun beliau tetap pada pendirinnya. Ini tergambar pada suratnya yang ditujukan untuk Letnan Kolonel Gustave Verspijck di Banjarmasin tertanggal 20 Juli 1861.

”...dengan tegas kami terangkan kepada tuan: Kami tidak setuju terhadap usul minta ampun dan kami berjuang terus menuntut hak pusaka (kemerdekaan)...”

Dalam peperangan, belanda pernah menawarkan hadiah kepada siapa pun yang mampu menangkap dan membunuh Pangeran Antasari dengan imbalan 10.000 gulden. Namun sampai perang selesai tidak seorangpun mau menerima tawaran ini.

Pangeran Antasari telah dianugerahi gelar sebagai Pahlawan Nasional dan Kemerdekaan oleh pemerintah Republik Indonesia berdasarkan SK No. 06/TK/1968 di Jakarta, tertanggal 27 Maret 1968. Nama Antasari diabadikan pada Korem 101/Antasari dan julukan untuk Kalimantan Selatan yaitu Bumi Antasari. Kemudian untuk lebih mengenalkan P. Antasari kepada masyarakat nasional, Pemerintah melalui Bank Indonesia (BI) telah mencetak dan mengabadikan nama dan gambar Pangeran Antasari dalam uang kertas nominal Rp 2.000.

# Lima Ribu Rupiah

Sosok pahlawan tanah air bernama Imam Bonjol terbilang populer dikalangan masyarakat Indonesia saat ini. Uang lima ribu rupiah menjadi saksi dan penghargaan besar bagi dirinya dalam memperjuangkan tanah air melawan penjajahan Belanda dalam perang Padri.

imam bonjol, lima ribu rupiah
Uang lima ribu rupiah dan gambar pahlawan Imam Bonjol

Tuanku Imam Bonjol lahir di Bonjol, Pasaman, Sumatera Barat, Indonesia 1772 dan wafat dalam pengasingan dan dimakamkan di Lotak, Pineleng, Minahasa, 6 November 1864. Ia adalah salah seorang ulama, pemimpin dan pejuang yang berperang melawan Belanda dalam peperangan yang dikenal dengan nama Perang Padri di tahun 1803-1838. Tuanku Imam Bonjol diangkat sebagai Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan SK Presiden RI Nomor 087/TK/Tahun 1973, tanggal 6 November 1973.

Nama asli dari Tuanku Imam Bonjol adalah Muhammad Shahab, yang lahir di Bonjol pada tahun 1772. Dia merupakan putra dari pasangan Bayanuddin (ayah) dan Hamatun (ibu). Ayahnya, Khatib Bayanuddin, merupakan seorang alim ulama yang berasal dari Sungai Rimbang, Suliki, Lima Puluh Kota.

Sebagai ulama dan pemimpin masyarakat setempat, Muhammad Shahab memperoleh beberapa gelar, yaitu Peto Syarif, Malin Basa, dan Tuanku Imam. Tuanku nan Renceh dari Kamang, Agam sebagai salah seorang pemimpin dari Harimau nan Salapan adalah yang menunjuknya sebagai Imam (pemimpin) bagi kaum Padri di Bonjol.

Ia akhirnya lebih dikenal dengan sebutan Tuanku Imam Bonjol.Perjuangan yang telah dilakukan oleh Tuanku Imam Bonjol dapat menjadi apresiasi akan kepahlawanannya dalam menentang penjajahan,sebagai penghargaan dari pemerintah Indonesia yang mewakili rakyat Indonesia pada umumnya, Tuanku Imam Bonjol diangkat sebagai Pahlawan Nasional Indonesia sejak tanggal 6 November 1973.

Selain itu nama Tuanku Imam Bonjol juga hadir di ruang publik bangsa sebagai nama jalan, nama stadion, nama universitas, bahkan pada lembaran Rp 5.000 keluaran Bank Indonesia 6 November 2001.

# Sepuluh Ribu Rupiah

sepuluh ribu rupiah, sultan badaruddin
Uang sepuluh ribu rupiah dan gambar Sultan Mahmud Badaruddin
Sultan Mahmud Badaruddin II, lahir di Palembang, tahun 1767,dan wafta di Ternate, tepat tanggal 26 November 1862. Ia adalah pemimpin kesultanan Palembang-Darussalam (1803-1819), setelah masa pemerintahan ayahnya, Sultan Mahmud Badaruddin.

Dalam masa pemerintahannya, ia beberapa kali memimpin pertempuran melawan Britania dan Belanda, diantaranya yang disebut Perang Menteng. Tahun 1821, ketika Belanda secara resmi berkuasa di Palembang, Sultan Mahmud Badaruddin II ditangkap dan diasingkan ke Ternate.

Namanya kini diabadikan sebagai nama bandara internasional di Palembang, Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II.

sepuluh ribu rupiah
warna uang sepuluh ribu rupiah terbaru tampak dari belakang
Mata uang rupiah pecahan 10.000-an yang dikeluarkan pada 20 Oktober 2005 menggunakan Sultan Mahmud Badaruddin II sebagai gambar hiasannya. Penggunaan gambar ini sempat menjadi kasus pelanggaran hak cipta, karena gambar tersebut digunakan tanpa izin pelukisnya.


# Dua Puluh Ribu Rupiah

Oto Iskandar di Nata diangkat sebagai Pahlawan Nasional berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 088/TK/Tahun 1973, tanggal 6 November 1973. Sebuah monumen perjuangan Bandung Utara di Lembang, Bandung bernama "Monumen Pasir Pahlawan" didirikan untuk mengabadikan perjuangannya. Serta dikukuhkan dengan gambar dirinya dalam mata uang dua puluh ribu rupiah.

Uang dua puluh ribu dan pahlawan nasional Otto Iskandar  di Nata
Oto Iskandar di Nata lahir pada 31 Maret 1897 di Bojongsoang, Kabupaten Bandung. Ayah Oto adalah keturunan bangsawan Sunda bernama Nataatmadja. Oto adalah anak ketiga dari sembilan bersaudara.

Oto pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Budi Utomo cabang Bandung pada periode 1921-1924, serta sebagai Wakil Ketua Budi Utomo cabang Pekalongan tahun 1924. Ketika itu, ia menjadi anggota Gemeenteraad ("Dewan Kota") Pekalongan mewakili Budi Utomo.

Oto juga aktif pada organisasi budaya Sunda bernama Paguyuban Pasundan. Ia menjadi Sekretaris Pengurus Besar tahun 1928, dan menjadi ketuanya pada periode 1929-1942. Organisasi tersebut bergerak dalam bidang pendidikan, sosial-budaya, politik, ekonomi, kepemudaan, dan pemberdayaan perempuan.

Oto juga menjadi anggota Volksraad ("Dewan Rakyat", semacam DPR) yang dibentuk pada masa Hindia Belanda untuk periode 1930-1941.

Pada masa penjajahan Jepang, Oto menjadi Pemimpin surat kabar Tjahaja (1942-1945). Ia kemudian menjadi anggota BPUPKI dan PPKI yang dibentuk oleh pemerintah pendudukan Jepang sebagai lembaga-lembaga yang membantu persiapan kemerdekaan Indonesia.

Setelah proklamasi kemerdekaan, Oto menjabat sebagai Menteri Negara pada kabinet yang pertama Republik Indonesia tahun 1945. Ia bertugas mempersiapkan terbentuknya BKR dari laskar-laskar rakyat yang tersebar di seluruh Indonesia. Dalam melaksanakan tugasnya, Oto diperkirakan telah menimbulkan ketidakpuasan pada salah satu laskar tersebut. Ia menjadi korban penculikan sekelompok orang yang bernama Laskar Hitam, hingga kemudian hilang dan diperkirakan terbunuh di daerah Banten.

# Lima Puluh Ribu Rupiah

Kolonel TNI Anumerta I Gusti Ngurah Rai, lahir di Desa Carangsari, Petang, Kabupaten Badung, Bali, Hindia Belanda, 30 Januari 1917. Ia meninggal di Marga, Tabanan, Bali, Indonesia, 20 November 1946 pada umur 29 tahun. Diberikan pernghargaan sebagai seorang pahlawan Indonesia dari Kabupaten Badung, Bali. dan dikukuhkan dalam mata uang dua puluh ribu rupiah.

uang lima puluh ribu rupiah, i gusti ngurah rai
Lima puluh ribu rupiah dan gambar pahlawan I Gusti Ngurah Rai
Ngurah Rai memiliki pasukan yang bernama "Ciung Wenara" melakukan pertempuran terakhir yang dikenal dengan nama Puputan Margarana. (Puputan, dalam bahasa bali, berarti "habis-habisan", sedangkan Margarana berarti "Pertempuran di Marga"; Marga adalah sebuah desa ibukota kecamatan di pelosok Kabupaten Tabanan, Bali).

Bersama 1.372 anggotanya pejuang MBO (Markas Besar Oemoem) Dewan Perjoeangan Republik Indonesia Sunda Kecil (DPRI SK) dibuatkan nisan di Kompleks Monumen de Kleine Sunda Eilanden, Candi Marga, Tabanan. Detil perjuangan I Gusti Ngurah Rai dan resimen CW dapat disimak dari beberapa buku, seperti "Bergerilya Bersama Ngurah Rai" (Denpasar: BP, 1994) kesaksian salah seorang staf MBO DPRI SK, I Gusti Bagus Meraku Tirtayasa peraih "Anugrah Jurnalistik Harkitnas 1993", buku "Orang-orang di Sekitar Pak Rai: Cerita Para Sahabat Pahlawan Nasional Brigjen TNI (anumerta) I Gusti Ngurah Rai" (Denpasar: Upada Sastra, 1995), atau buku "Puputan Margarana Tanggal 20 November 1946" yang disusun oleh Wayan Djegug A Giri (Denpasar: YKP, 1990).

Pemerintah Indonesia menganugerahkan Bintang Mahaputra dan kenaikan pangkat menjadi Brigjen TNI (anumerta). Namanya kemudian diabadikan dalam nama bandar udara di Bali, Bandara Ngurah Rai.

# Seratus Ribu Rupiah

Ir. Soekarno dengan nama lahir: Koesno Sosrodihardjo dilahirkan di Surabaya, Jawa Timur, 6 Juni 1901. Ia meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970 pada umur 69 tahun. Seorang Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode 1945–1966. Ia memainkan peranan penting untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda.

soekarno-hatta, seratus ribu rupiah
Soekarno-Hatta dalam uang seratus ribu rupiah
Soekarno adalah penggali Pancasila karena ia yang pertama kali mencetuskan konsep mengenai dasar negara Indonesia itu dan ia sendiri yang menamainya Pancasila. Ia adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan Mohammad Hatta) yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945.

Soekarno menandatangani Surat Perintah 11 Maret 1966 Supersemar yang kontroversial, yang isinya - berdasarkan versi yang dikeluarkan Markas Besar Angkatan darat - menugaskan Letnan Jenderal Soeharto untuk mengamankan dan menjaga keamanan negara dan institusi kepresidenan. Supersemar menjadi dasar Letnan Jenderal Soeharto untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan mengganti anggota-anggotanya yang duduk di parlemen.Setelah pertanggung jawabannya ditolak Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) pada sidang umum ke empat tahun 1967, Presiden Soekarno diberhentikan dari jabatannya sebagai presiden pada Sidang Istimewa MPRS di tahun yang sama dan mengangkat Soeharto sebagai pejabat Presiden Republik Indonesia.

Bung Karno adalah presiden pertama Indonesia yang juga dikenal sebagai arsitek alumni dari Technische Hoge School (sekarang ITB) di Bandung dengan mengambil jurusan teknik sipil dan tamat pada tahun 1925. Berikut adalah beberapa hasil Arsitektur Bung Karno:

  • Masjid Istiqlal 1951
  • Monumen Nasional 1960
  • Gedung Conefo
  • Gedung Sarinah
  • Wisma Nusantara
  • Hotel Indonesia 1962
  • Tugu Selamat Datang
  • Monumen Pembebasan Irian Barat
  • Patung Dirgantara
  • Rancangan skema Tata Ruang Kota Palangkaraya yang diresmikan pada tahun 1957

Drs. H. Mohammad Hatta  yang populer sebagai Bung Hatta, lahir di Fort de Kock (saat ini Bukittinggi), Sumatera Barat, 12 Agustus 1902. Ia meninggal di Jakarta, 14 Maret 1980 pada umur 77 tahun. Hatta adalah seorang pejuang, negarawan, dan juga Wakil Presiden Indonesia yang pertama. Ia mundur dari jabatan wakil presiden pada tahun 1956, karena berselisih dengan Presiden Soekarno. Hatta dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Bandar udara internasional Jakarta menggunakan namanya sebagai penghormatan terhadap jasanya sebagai salah seorang proklamator kemerdekaan Indonesia.

Nama yang diberikan oleh orangtuanya ketika dilahirkan adalah Muhammad Athar. Anak perempuannya bernama Meutia Hatta menjabat sebagai Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dalam Kabinet Indonesia Bersatu pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ia dimakamkan di Tanah Kusir, Jakarta.


Hatta mulai menetap di Belanda semenjak September 1921. Ia segera bergabung dalam Perhimpunan Hindia (Indische Vereeniging). Saat itu, telah tersedia iklim pergerakan di Indische Vereeniging. Sebelumnya, Indische Vereeniging yang berdiri pada 1908 tak lebih dari ajang pertemuan pelajar asal tanah air. Atmosfer pergerakan mulai mewarnai Indische Vereeniging semenjak tibanya tiga tokoh Indische Partij (Suwardi Suryaningrat, Douwes Dekker, dan Tjipto Mangunkusumo) di Belanda pada 1913 sebagai eksterniran akibat kritik mereka lewat tulisan di koran De Expres.

Kondisi itu tercipta, tak lepas karena Suwardi Suryaningrat (Ki Hadjar Dewantara) menginisiasi penerbitan majalah Hindia Poetra oleh Indische Vereeniging mulai 1916. Hindia Poetra bersemboyan “Ma’moerlah Tanah Hindia! Kekallah Anak-Rakjatnya!” berisi informasi bagi para pelajar asal tanah air perihal kondisi di Nusantara, tak ketinggalan pula tersisip kritik terhadap sikap kolonial Belanda.
Hatta mengawali karier pergerakannya di Indische Vereeniging pada 1922, lagi-lagi, sebagai Bendahara. Penunjukkan itu berlangsung pada 19 Februari 1922, ketika terjadi pergantian pengurus Indische Vereeniging. Ketua lama dr. Soetomo diganti oleh Hermen Kartawisastra. 


Momentum suksesi kala itu punya arti penting bagi mereka di masa mendatang, sebab ketika itulah mereka memutuskan untuk mengganti nama Indische Vereeniging menjadi Indonesische Vereeniging dan kelanjutannya mengganti nama Nederland Indie menjadi Indonesia. Sebuah pilihan nama bangsa yang sarat bermuatan politik. Dalam forum itu pula, salah seorang anggota Indonesische Vereeniging mengatakan bahwa dari sekarang kita mulai membangun Indonesia dan meniadakan Hindia atau Nederland Indie.

Bung hatta juga dikenal sebagai seorang pustakawan yang luar biasa. Perpustakaan Bung Hatta memiliki lebih dari 8.000 buku, terdiri dari Sejarah, Budaya, Politik, Bahasa dan lain-lain. Hal inilah yang turut menyumbang kemampuannya dalam berdiplomasi untuk memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia.


Selain Pahlawan Nasional di atas, dalam mata uang sebelumnya terdapat pahlawan lainnya seperti Ki Hajar Dewantara pada mata uang Rp. 20.000, Wage Rudolf Supratman pada mata uang Rp. 50.000, Cut Nyak Dhien pada mata uang Rp. 10.000 yang diterbitkan tahun 1998 dan diganti serta dicabut dari peredarannya tahun 2006.

Referensi sejarah para pahlawan nasional: 
http://id.wikipedia.org/wiki/Soekarno
http://id.wikipedia.org/wiki/Mohammad_Hatta
http://id.wikipedia.org/wiki/Tuanku_Imam_Bonjol
http://id.wikipedia.org/wiki/Oto_Iskandar_di_Nata 
http://id.wikipedia.org/wiki/Pattimura
http://id.wikipedia.org/wiki/I_Gusti_Ngurah_Rai
http://id.wikipedia.org/wiki/Sultan_Mahmud_Badaruddin_II
http://id.wikipedia.org/wiki/Pangeran_Antasari 

0 komentar: