Selasa, 23 Desember 2014

CARL SAGAN - PAKAR BIOLOGI LUAR ANGKASA

SIAPAKAH CARL SAGAN? ASTRONOM DAN PENYOKONG SAINS AMERIKA

Carl Sagan


Carl Sagan, sebagaimana astronom pada umumnya, memang tidak menghasilkan penemuan di bidang rekayasa yang membuat hidup menjadi lebih mudah. Meskipun demikian, nama Carl Sagan seolah telah menjadi “jaminan mutu” bagi kegiatan pencarian eksistensi kemanusiaan di alam semesta melalui kepiawaiannya dalam melakukan popularisasi sains dan membawanya ke ruang publik secara menyenangkan, baik melalui kuliah umum, buku-buku populer maupun serial televisi yang sukses luar biasa.
Meski bidang riset Sagan cukup luas, mulai dari astronomi, kosmologi hingga filsafat sains, minatnya terutama pada asal usul kehidupan di Bumi dan kemungkinan kehadiran kehidupan di tempat lain di alam semesta, yang dikenal sebagai eksobiologi. Pada tahun 1960-an, Sagan sukses memodifikasi eksperimen ilmiah Stanley Miller dan Harold Urey yang telah lebih dulu berhasil menyintesis asam amino dan asam hidroksi dari campuran metana, amonia, uap air, dan hidrogen di laboratorium.
Alih-alih menggunakan hidrogen seperti pendahulunya, Sagan menambahkan hidrogen sulfida ke dalam bahan campuran dan menyinarinya pula dengan cahaya ultraviolet selain lucutan listrik untuk menyimulasikan efek cahaya Matahari. Eksperimen hasil modifikasi Sagan ternyata mampu membentuk asam amino dan beberapa macam gula termasuk asam nukleat. Asam nukleat dikenal sebagai substansi dasar kehidupan yang bertanggung jawab atas pewarisan karakteristik genetik dan memacu pembentukan protein-protein tertentu. Baik pekerjaan Miller, Urey, maupun Sagan berhasil menunjukkan kehadiran material kimiawi di awan Bumi saat purba, sejauh berada di bawah kondisi yang sesuai, dapat bergabung untuk membentuk apa yang oleh ilmuwan disebut sebagai the building blocks of life.
Saat sedang menyelesaikan studi doktoralnya, Sagan turut serta dalam program eksplorasi keplanetan milik NASA (National Aeronautics and Space Administration), mulai dari misi Mariner, Pioneer, Voyager hingga misi Galileo. Sagan pula yang membantu mendesain prasasti logam yang dibawa oleh wahana Pioneer 10 dan 11 yang menggambarkan ras manusia dan posisi Bumi tempat tinggalnya di tata surya.
Sagan mengawali riset besar pertamanya tentang permukaan dan atmosfer Venus pada awal 1960-an. Dengan elegan Sagan menunjukkan, anggapan banyak ilmuwan kala itu yang meyakini bahwa suhu permukaan Venus cukup nyaman bagi manusia adalah salah. Melalui model matematika atmosfer Venusnya yang menjadikan emisi yang dihasilkan planet sebagai alat ukur yang akurat tentang temperatur permukaannya, Sagan justru mampu membuktikan bahwa temperatur permukaan Venus terlampau panas untuk dapat ditoleransi manusia (lebih dari 400 derajat Celsius!).
Kontribusi Sagan lainnya dalam studi keplanetan adalah penjelasannya tentang penyebab hadirnya variasi warna di permukaan Planet Mars. Alih-alih mendukung pendapat bahwa variasi tersebut sebagai bukti adanya aktivitas kehidupan di planet Merah, Sagan justru menyarankan bahwa daerah berwarna gelap di Mars yang terlihat dari Bumi tidak lain adalah bukit-bukit yang digerus oleh angin Martian yang membawa terbang partikel-partikel debu halus dengan warna yang lebih terang ke lembah-lembah. Teori ini berhasil dikonfirmasi kemudian oleh wahana Mariner 9 yang dikirimkan ke Mars.
Bersama ilmuwan Amerika lainnya, Paul dan Anne Ehrlich, pada 1980-an Sagan memformulasikan gagasan nuclear winter yang dilatarbelakangi studinya tentang atmosfer Bumi yang intensif sejak satu dekade sebelumnya. Bersama koleganya, Sagan berteori bahwa ledakan tidak sampai setengah dari jumlah hulu ledak nuklir yang dimiliki Amerika Serikat dan Rusia dapat melontarkan abu dan debu yang sangat tebal ke atmosfer yang mampu menghalangi sinar Matahari hingga berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Efek ini terutama akan dirasakan di Bumi belahan utara.
Terhalangnya sinar Matahari akan memicu musnahnya kehidupan tumbuh-tumbuhan dan iklim pun berubah menjadi lebih dingin. Lapisan ozon kemungkinan besar juga akan terpengaruh yang akan menimbulkan kerusakan lebih lanjut akibat penetrasi radiasi ultraviolet Matahari. Seperti halnya efek kartu domino, peradaban manusia pun dapat hilang akibat bencana berkepanjangan ini. Meski pada tahun 1985 memperoleh pengakuan dari Departemen Pertahanan AS perihal keabsahan konsep yang diajukan, dikatakan bahwa proposal tersebut tidak akan memengaruhi kebijakan pertahanan. Dilahirkan 9 November 1934 di salah satu kota paling sibuk di dunia, New York, Sagan memperoleh gelar sarjana fisikanya dari University of Chicago pada 1955. Selang lima tahun kemudian, diperolehnya gelar doktor bidang astronomi dan astrofisika dari universitas yang sama. Sejak tahun 1960 hingga 1962 menjadi rekan peneliti di University of California, Berkeley, dilanjutkan mengajar di Harvard University sampai dengan tahun 1968 sekaligus melakukan penelitian di Smithsonian Astrophysical Laboratory. Pada 1968, Sagan hijrah ke Cornell University di Ithaca, New York dan menjabat sebagai Direktur Laboratory for Planetary Studies. Pada tahun 1970, tokoh dalam popularisasi sains ini menjadi profesor astronomi dan sains antariksa di Cornell University, posisi yang dipegangnya sampai wafat pada 20 Desember 1996.
Meski disibukkan dengan aktivitasnya sebagai ilmuwan, Sagan tetap mendedikasikan waktu yang dimilikinya untuk menghadirkan sains ke ruang publik. Dalam pandangannya, khalayak luas berhak mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan yang diperoleh dari penelitian yang dibiayai oleh pajak rakyat. Pada 1978, Sagan memperoleh penghargaan Pulitzer untuk bukunya The Dragons of Eden: Speculations on the Evolution of Human Intelligence. Buku-buku populer karyanya yang lain adalah Broca’s Brain: Reflections on the Romance of Science (1979), novel Contact (1985), Pale Blue Dot (1994), dan The Demon-Haunted World (1996).
Pada 1980, Sagan sempat membintangi acara televisi bertajuk “Cosmos”, sebuah acara televisi berseri yang populer di Amerika Serikat. Beberapa bulan sepeninggalnya, diluncurkan sebuah film yang dibintangi aktris ternama Jodie Foster yang digarap berdasarkan novel Contact-nya. Bersama I.S. Shklovsky (astrofisikawan Rusia) dan Hermann Oberth (matematikawan dan insinyur peroketan kelahiran Rumania), Carl Sagan termasuk sedikit ilmuwan yang menaruh perhatian terhadap kemungkinan kehadiran “astronaut purba” di Bumi sejak dulu sebagaimana digagas dalam Paleocontact Theory.

0 komentar: